Peneliti Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hery Harjono mengatakan gunung yang terdapat di bawah laut perairan Bengkulu bukan gunung api, sehingga tidak akan menimbulkan letusan.
Gunung bawah laut itu bukan gunung api, tapi disebut 'seamount' atau gunung bawah laut, sehingga tidak akan menimbulkan letusan," katanya di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan hal itu saat seminar tentang tantangan riset kelautan di Indonesia dengan topik "Menguak Dinamika Kerakbumi di Pantai Barat Sumatera".
Penelitian tentang gunung di bawah laut Bengkulu yang dilaksanakan tiga peneliti LIPI yakni Hery Harjono, Nugroho D Hananto dan Haryadi Permana itu dipaparkan dalam seminar tersebut.
Jadi informasi atau berita yang menyebut bahwa gunung itu adalah gunung api aktif yang sewaktu-waku dapat meletus dan membahayakan jiwa masyarakat Bengkulu adalah tidak benar," ujarnya.
Menurutnya, untuk memahami deformasi kerakbumi di Perairan Barat Sumatra tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di lempeng Indo-Australia yang sebagian sudah masuk di bawah Pulau Sumatera.
Selain itu di Samudera Hindia juga banyak dijumpai "seamount" yang terbentuk ketika lempeng Indo-Australia melewati sejumlah titik panas atau "hotspot" yang berasal dari magma.
Bila terdapat bidang lemah pada lempengan tersebut maka magma keluar dan membentuk gunung atau 'seamount'," tambahnya.
Seiring dengan waktu, 'seamount' tersebut semakin jauh dari sumber magma dan pasokan magma terhenti dan selanjutnya seamount tersebut terseret masuk ke zona subduksi.
Dari pencitraan seismik kata dia dijumpai "seamount" di atas kerak samudera yang mempunyai ketebalan 6 hingga 6,5 kilometer dan tidak teramati adanya kubah atau kantung magma di bawahnya.
"Karena tidak ada kantung magma itu maka disimpulkan gunung bawah laut itu tidak akan meletus seperti yang selama ini banyak diberitakan media massa," ujarnya.
Hery menambahkan bahwa gunung bawah laut itu akan terus bergerak bersama lempeng yang membawanya dan akan terseret di bawah Pulau Sumatera.
Saat ini kata dia para ilmuwan masih melakukan perdebatan ilmiah tentang hubungan "seamount" dengan gempa.
Penelitian ilmuwan Singh pada 2011 menemukan fenomena menarik di mana tidak dijumpai aktivitas kegempaan baik di atas maupun di bawah "seamount" yang terseret hingga kedalaman 40 kilometer.
Dengan demikian penemuan ini membuktikan bahwa "seamount" dapat menjadi salah satu sumber segmentasi suatu zona subduksi yang dapat mengurangi besarnya magnitudo gempa di zona subduksi.
"Jadi 'seamount' atau gunung bawah laut itu justru memberikan banyak manfaat, tidak perlu ditakuti," tuturnya.
Sementara gunung api Krakatau yang juga terbentuk dari gunung bawah laut, menurutnya berbeda dengan gunung bawah laut di Bengkulu.
Gunung Krakatau yang juga terbentuk dari titik panas tersebut bertemu dengan lapisan kerak bumi di atasnya, sehingga bersifat eksploitatif.
"Kami menegaskan bahwa informasi yang selama ini menyebut bahwa ada gunung api di bawah laut Bengkulu dan dapat meletus itu tidak benar," katanya.
Sumber : bengkulu.antaranews.com
Post a Comment