BREAKING

Wednesday, April 2, 2014

Dua Sumbangan LIPI Untuk Kekayaan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Penemuan varietas baru ikan pari tutul oleh Dr. Irma Shita Arlyza, peneliti molekuler ikan pari dari Pusat Penelitian (Puslit) Oseanografi LIPI, membuktikan spesies ikan pari Himantura uarnak yang hidup di Indonesia terdiri dari empat spesies berkerabat dekat.

“Jenis baru ini jelas dapat dipisahkan dari tiga kerabat terdekatnya yakni Himantura leoparda, Himantura uarnak, dan Himantura undulata yang umum dijumpai di perairan perairan tropis Indo-Pasifik Barat,” terang Irma di Jakarta Rabu (2/4/2014).

Ikan pari ini diberi nama belakang “tutul” karena punggungnya diliputi corak bertutul mirip dengan pola pada macan tutul. Dalam bahasa Indonesia, ikan pari ini diusulkan disebut sebagai pari tutul kecil dan dalam bahasa Inggris sebagai Fine-spotted whipray.

Pari tutul kecil  ini bisa berukuran besar dengan lebar hingga sekitar 1,5 meter. Pari ini baru memijah pada usia sekitar 5 – 10 tahun, dengan jumlah anak yang sangat kecil. Tak heran keberadaannya rentan terhadap ancaman kepunahan terutama karena penangkapan yang berlebihan.

“Identifikasi jenis baru ini memberikan masukan yang penting untuk upaya konservasinya,” ujar Irma.
Ikan pari varietas baru ini ditemukan di empat lokasi berbeda yakni Laut Jawa, kawasan perairan Singaraja Bali Utara, kawasan perairan selatan Jawa, serta Selat Sunda.

“Saat ini sedang dilakukan penelitian apakah persebarannya juga diluar empat lokasi tadi,” jelasnya tentang hasil temuan dari penelitian  kerja sama Indonesia dan Perancis yang telah dipublikasikan di jurnal Comptes Rendus Biologies pada Juli tahun 2013 ini. 

Sementara itu, Prof. Dr. Yohanes Purwanto, Executive Director Man and The Biosphere (MAB) UNESCO-Indonesia mengungkapkan kondisi kebakaran hutan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.
“Kebakaran ini terutama disebabkan oleh kegiatan perambahan hutan dan kondisi lahan gambut yang bila kering mudah terbakar bila ada percikan api,” ungkap Purwanto.
Purwanto menjelaskan perambahan hutan di kawasan ini sebenarnya telah terjadi sejak sebelum kawasan ini ditetapkan menjadi kawasan cagar biosfer pada sidang UNESCO di Jeju, Korea Selatan pada tahun 2009 dan sudah mulai bisa dikurangi lewat berbagai upaya. “Namun, beberapa kawasan justru mulai semarak seperti yang diberitakan akhir-akhir ini,” imbuhnya.

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu sendiri mulai digagas sejak tahun 2003 atas inisiatif Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau.
Tujuannya adalah untuk menyelamatkan kawasan Giam Siak Kecil – Bukit Batu yang didominasi oleh hutan rawa gambut tropis yang sangat rentan terhadap gangguan aktivitas manusia dan perubahan iklim melalui upaya konservasi lansekap,  ekosistem, dan plasma nutfah.

“Selain itu, juga ingin memfungsikan kawasan ini sebagai kawasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologi dan aspek sosial ekonomi serta budaya masyarakat,” katanya.
Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI) LIPI Nur Tri Aries, M.A mengungkapkan LIPI sebagai focal point MAB UNESCO-Indonesia telah berperan aktif bersama Kementerian Kehutanan RI mengajukan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu, Riau sebagai cagar biosfer baru.
“Pengajuan pada September tahun 2008 untuk ditetapkan oleh ICC (International Coordinating Council) Program MAB UNESCO Headquarter Paris sebagai cagar biosfer baru,” pungkasnya.


Sumber : http://rri.co.id

Motto""

"LIPI BARU PASTI"
PASTI = Professional, Adaptive, Scientific integrity, Teamwork, Inovative
BARU = Being Accountable, Responsible, Utilizing resources.

Post a Comment

 
Copyright © 2013 Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian